This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Pages

Minggu, 24 Februari 2013

Sejarah Pendidikan di Indonesia


Dalam masyarakat Indonesia sebelum masuk kebudayaan Hindu, pendidikan diberikan langsung oleh orang tua atau orang tua-orang tua dari masyarakat setempat mengenai kehidupan spiritual moralnya dan cara hidup untuk memenuhi perekonomian mereka. Masuknya dan meluasnya kebudayaan asing yang dibawa ke Indonesia telah diserap oleh Bangsa Indonesia melalui masyarakat pendidikannya. Lembaga Pendidikan itu telah menyampaikan kebudayaan tertulis dan banyak unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai pada zaman berkembangnya satu agama di Indonesia. Kerajaan-kerajaan  Hindu di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera yang mulai pada abad ke-4 sesudah masehi itulah tempat mula-mula ada pendidikan yang terdapat di daerah-daerah itu. Dapat dikatakan, bahwa lembaga-lembaga pendidikan dilahirkan oleh lembaga-lembaga agama dan  mata pelajaran yang tertua adalah pelajaran tentang agama. Tanda-tanda mengenai adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua ditemukan pada abad ke-5 di daerah Kutai (Kalimantan). Namun demikian gambaran tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan di Indonesia didapatkan dari sumber-sumber Cina kurang lebih satu abad kemudian.
Ada 2 macam sistem pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia :
Pendidikan di Langgar
Di setiap desa di Pulau Jawa terdapat tempat beribadah dimana umat Islam dapat melakukan ibadanya sesuai dengan perintah agamanya. Tempat tersebut dikelola oleh seorang petugas yang disebut amil, modin atau lebai (di Sumatera). Petugas tersebut berfungsi ganda, disamping memberikan do’a pada waktu ada upacara keluarga atau desa, dapat pula berfungsi sebagai guru agama.
Pendidikan di Pesantren
Dimana murid-muridnya yang belajar diasramakan yang dinamakan pondok-pondok tersebut dibiayai oleh guru yang bersangkutan ataupun atas biaya bersama dari masyarakat pemeluk agama Islam. Para santri belajar pada bilik-bilik terpisah tetapi sebagian besar waktunya digunakan untuk keluar ruangan baik untuk membersihkan ruangan maupun bercocok tanam.
Pendidikan Pada Abad Ke Dua Puluh Jaman Pemerintahan Hindia Belanda Dan Pendudukan
Di kalangan orang-orang Belanda timbul aliran-aliran untuk memberikan kepada pendudukan asli bagian dari keuntungan yang diperoleh orang Eropa (Belanda) selama mereka menguasai Indonesia. Aliran ini mempunyai pendapat bahwa kepada orang-orang Bumiputera harus diperkenalkan kebudayaan dan pengetahuan barat yang telah menjadikan Belanda bangsa yang besar. Aliran atau paham ini dikenal sebagai Politik Etis (Etische Politiek)
Gagasan tersebut dicetuskan semula olah Van Deventer pada tahun 1899 dengan mottonya “Hutang Kehormatan” (de Eereschuld). Politik etis ini diarahkan untuk kepentingan penduduk Bumiputera dengan cara memajukan penduduk asli secepat-cepatnya melalui pendidikan secara Barat.
Dalam dua dasawarsa semenjak tahun 1900 pemerintah Hindia Belanda banyak mendirikan sekolah-sekolah berorientasi Barat. Berbeda dengan Snouck Hurgronje yang mendukung pemberian pendidikan kepada golongan aristokrat Bumiputera, maka Van Deventer menganjurkan pemberian pendidikan Barat kepada orang-orang golongan bawah. Tokoh ini tidak secara tegas menyatakan bahwa orang dari golongan rakyat biasa yang harus didahulukan tetapi menganjurkan supaya rakyat biasa tidak terabaikan. Oleh karena itu banyak didirikan sekolah-sekolah desa yang berbahasa pengantar bahasa daerah, disamping sekolah-sekolah yang berorientasi dan berbahasa pengantar bahasa Belanda. Yang menjadi landasan dari langkah-langkah dalam pendidikan di Hindia Belanda, maka pemerintah mendasarkan kebijaksanaannya pada pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi golongan penduduk Bumiputera untuk itu bahasa Belanda diharapkan dapat menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah
Pemberian pendidikan rendah bagi golongan Bumiputera disesuaikan dengan kebutuhan mereka
Atas dasar itu maka corak dan sistem pendidikan dan persekolahan di Hindia Belanda pada abad ke-20 dapat ditempuh melalui 2 jalur tersebut. Di satu pihak melalui jalur pertama diharapkan dapat terpenuhi kebutuhan akan unsur-unsur dari lapisan atas serta tenaga didik bermutu tinggi bagi keperluan industri dan ekonomi dan di lain pihak terpenuhi kebutuhan tenaga menengah dan rendah yang berpendidikan.
Tujuan pendidikan selama periode kolonial tidak pernah dinyatakan secara tegas. Tujuan pendidikan antara lain adalah untuk memenuhi keperluan tenaga buruh untuk kepentingan kaum modal Belanda. Dengan demikian penduduk setempat dididik untuk menjadi buruh-buruh tingkat rendahan (buruh kasar). Ada juga sebagian yang dilatih dan dididik untuk menjadi tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian dan lain-lainnya yang diangkat sebagai pekerja-pekerja kelas dua atau tiga. Secara singkat tujuan pendidikan ialah untuk memperoleh tenaga-tenaga kerja yang murah. Suatu fakta menurut hasil Komisi Pendidikan Indonesia Belanda yang dibentuk pada tahun 1928 – 1929 menunjukkan bahwa 2 % dari orang-orang Indonesia yang mendapat pendidikan barat berdiri sendiri dan lebih dari  83% menjadi pekerja bayaran serta selebihnya menganggur. Diantara yang 83% itu 45% bekerja sebagai pegawai negeri. Pada umumnya gaji pegawai negeri dan pekerja adalah jauh lebih rendah dibandingkan dengan gaji-gaji Barat mengenai pekerjaan yang sama.



sumber : http://nesaci.com/sejarah-pendidikan-di-indonesia/

Sekolah Global di Desa Kecil

FINA Af'idatussofa (14) bukan siswa sekolah internasional dan bukan anak orang berada. Ia lahir sebagai anak petani di Desa Kalibening, tiga kilometer perjalanan arah selatan dari kota Salatiga menuju Kedungombo, Jawa Tengah. Karena orangtuanya tidak mampu, ia terpaksa melanjutkan sekolah di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah di desanya. Namun, dalam soal kemampuan Fina boleh dipertandingkan dengan siswa sekolah-sekolah mahal yang kini menjamur di Jakarta.

MESKI bersekolah di desa dan menumpang di rumah kepala sekolahnya, bagi Fina internet bukan hal yang asing. Ia bisa mengakses internet kapan saja. Setiap pagi berlatih bahasa Inggris dalam English Morning. Ia pernah menjuarai penulisan artikel on line di kotanya. Ia juga berbakat dalam olah vokal meski ia mengatakan tidak ingin menjadi seorang penyanyi.

"Kalau menjadi penyanyi, pekerjaanku hanya menyanyi. Padahal, cita-citaku banyak. Aku ingin jadi presenter, aku ingin jadi penulis, pengarang lagu, ilmuwan, dan banyak lagi? Aku juga ingin berkeliling dunia," kata Fina.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah resmi terdaftar sebagai SMP Terbuka, sekolah yang sering diasosiasikan sebagai sekolah untuk menampung orang-orang miskin agar bisa mengikuti program wajib belajar sembilan tahun. Namun, siswa SMP Alternatif Qaryah Thayyibah sangat mencintai dan bangga dengan sekolahnya.

Pukul 06.00 sekolah sudah mulai dan baru berakhir pada pukul 13.30. Akan tetapi, jam sekolah itu terasa sangat pendek bagi murid-murid sekolah tersebut sehingga setelah makan siang mereka biasanya kembali lagi ke sekolah. Mereka belajar sambil bermain di sekolahnya sampai malam, bahkan tak jarang mereka menginap di sekolah.

Murid-murid SMP Qaryah Thayyibah memang sangat menikmati sekolahnya. Bersekolah merupakan sesuatu yang menyenangkan. Guru bukanlah penguasa otoriter di kelas, tetapi teman belajar. Mereka bebas berbicara dengan gurunya dalam bahasa Jawa ngoko, strata bahasa yang hanya pantas untuk berbicara informal dengan kawan akrab.

Di kelas mereka juga sangat bebas. Mereka bisa asyik mengerjakan soal-soal matematika dengan bersenda gurau, ada yang mengerjakan soal sambil bersenandung, yang lain bermain monopoli. Suasana bermain itu bahkan di taman kanak-kanak pun kini makin langka karena mereka dipaksa oleh gurunya untuk membaca dan menulis.

SMP Qaryah Thayyibah lahir dari keprihatinan Bahruddin melihat pendidikan di Tanah Air yang makin bobrok dan semakin mahal. Pada pertengahan tahun 2003 anak pertamanya, Hilmy, akan masuk SMP. Hilmy telah mendapatkan tempat di salah satu SMP favorit di Salatiga. Namun, Bahruddin terusik dengan anak-anak petani lainnya yang tidak mampu membayar uang masuk SMP negeri yang saat itu telah mencapai Rp 750.000, uang sekolah rata-rata Rp 35.000 per bulan, belum lagi uang seragam dan uang buku yang jumlahnya mencapai ratusan ribu rupiah.

"Saya mungkin mampu, tetapi bagaimana dengan orang-orang lain?" tuturnya. Bahruddin yang menjadi ketua rukun wilayah di kampungnya kemudian berinisiatif mengumpulkan warganya menawarkan gagasan, bagaimana jika mereka membuat sekolah sendiri dengan mendirikan SMP alternatif. Dari 30 tetangga yang dikumpulkan, 12 orang berani memasukkan anaknya ke sekolah coba-coba itu. Untuk menunjukkan keseriusannya, Bahruddin juga memasukkan Hilmy ke sekolah yang diangan-angankannya.

"Saya ingin membuat sekolah yang murah, tetapi berkualitas. Saya tidak berpikir saya akan bisa melahirkan anak yang hebat-hebat. Yang penting mereka bisa bersekolah," kata Bahruddin.

Bahruddin mengadopsi kurikulum SMP reguler di sekolahnya. Ia menyatakan tidak sanggup menyusun kurikulum sendiri. Lagi pula sekolah akan diakui sebagai sekolah berkualitas jika bisa memperoleh nilai yang baik dan mendapatkan ijazah yang diakui pemerintah. Karena itulah ia memilih format SMP Terbuka. Akan tetapi, ia mengubah kecenderungan SMP Terbuka sekadar sebagai lembaga untuk membagi-bagi ijazah dengan mengelola pendidikannya secara serius.

Sekolah itu menempati dua ruangan di rumah Bahruddin, yang sebelumnya digunakan untuk Sekretariat Organisasi Tani Qaryah Thayyibah. Jumlah guru yang mengajar sembilan orang, semuanya lulusan institut agama Islam negeri dan sebagian besar di antaranya para aktivis petani.

Guru pelajaran Matematika-nya seorang lulusan SMA yang kini mondok di pesantren. Akses internet gratis 24 jam diperoleh dari seorang pengusaha internet di Salatiga yang tertarik dengan gagasan Bahruddin. Dengan modal seadanya sekolah itu berjalan.

Ternyata pengakuan terhadap keberadaan SMP Alternatif Qaryah Thayyibah tidak perlu waktu lama. Nilai rata- rata ulangan murid SMP Qaryah Thayyibah jauh lebih baik daripada nilai rata-rata sekolah induknya, terutama untuk mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.

Sekolah itu juga tampil meyakinkan, mengimbangi sekolah-sekolah negeri dalam lomba cerdas cermat penguasaan materi pelajaran di Salatiga. Sekolah itu juga mewakili Salatiga dalam lomba motivasi belajar mandiri di tingkat provinsi, dikirim mewakili Salatiga untuk hadir dalam Konvensi Lingkungan Hidup Pemuda Asia Pasifik di Surabaya. Pada tes kenaikan kelas satu, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris siswa Qaryah Thayyibah mencapai 8,86.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah juga maju dalam berkesenian. Di bawah bimbingan guru musik, Soedjono, anak-anak sekolah bergabung dalam grup musik Suara Lintang. Kebolehan anak-anak itu dalam menyanyikan lagu mars dan himne sekolah dalam versi bahasa Inggris dan Indonesia bisa didengarkan ketika membuka alamat situs sekolah www.pendidikansalatiga.net/qaryah. Grup musik anak-anak desa kecil itu telah mendokumentasikan lagu tradisional anak dalam kaset, MP3, maupun video CD album Tembang Dolanan Tempo Doeloe yang diproduksi sekaligus untuk pencarian dana. Seluruh siswa bisa bermain gitar, yang menjadi keterampilan wajib di sekolah itu.

Sulit dibayangkan anak- anak petani sederhana itu masing-masing memiliki sebuah komputer, gitar, sepasang kamus bahasa Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris, satu paket pelajaran Bahasa Inggris BBC di rumahnya. Semua itu tidak digratiskan. Anak-anak memiliki semua itu dengan mengelola uang saku bersama-sama sebesar Rp 3.000 yang diterima anak dari orangtuanya setiap hari. Uang sebesar Rp 1.000 dipergunakan untuk mengangsur pembelian komputer. Untuk sarapan pagi, minum susu, madu, dan makanan kecil tiap hari Rp 1.000, sedangkan Rp 1.000 lainnya untuk ditabung di sekolah. Tabungan sekolah itu dikembalikan untuk keperluan murid dalam bentuk gitar, kamus, dan lain-lainnya.

Tidak mengherankan jika anak-anak dan orangtua mereka bangga dengan sekolah itu. Betapa tidak, di sekolah yang berdekatan dengan rumah di sebuah desa kecil mereka mendapatkan banyak hal yang tidak diperoleh di sekolah-sekolah yang dikelola dengan logika dagang.

Ismanto (43) menceritakan, anaknya sempat down saat mendaftar SLTP di Salatiga dua tahun lalu. Uang masuknya Rp 200.000, belum termasuk buku dan seragam. Tidak ada seorang murid pun ke sekolah dengan berjalan kaki selain anaknya, Emi Zubaiti (13). Kini Emi menjadi seorang anak yang pandai dalam berbagai mata pelajaran, pintar bernyanyi, dan percaya diri. Ia tidak pernah membayangkan bisa menyekolahkan Emi, anak pasangan tukang reparasi sofa dan bakul jamu gendong, mendapat sekolah yang baik.

Bahkan Ismanto ikut menikmati komputer yang dikredit dari uang saku anaknya. Dibimbing anaknya, sekarang Ismanto mulai belajar komputer. "Tidak pernah terpikir, saya bisa membelikan komputer. Kini saya malah bisa ikut menikmati," kata Ismanto.

sumber : http://pendidikanindonesia.blogspot.com/2005/04/sekolah-global-di-desa-kecil.html

Kurikulum 2013



           
              Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum --termasuk pembelajaran-- dan penilaian pembelajaran dan kurikulum.
Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran.


Sabtu, 23 Februari 2013

PC mini dari Stealh terbaru LittlePC PC LPC-670

Stealth mencoba memperluas jajaran produk LittlePC nya dengan meluncurkan model PC Mini baru bernama PC LPC-670. PC Mini ini didukung oleh teknologi prosesor mobile Intel Core. Spesifikasi ukurannya 6,5 “x 6″, sedangkan casingnya dari bahan alumunium jenis rudge dan untuk prosesor menggunakan Intel  Core i5 520M 2.4Ghz namun ada pilihan upgrade ke Core i5-580 2.67GHz atau Core i7-620M 2.67GHz 

PC mini ini juga dilengkapi RAM yang bisa diupgrade sampai 8 GB, untuk grafis menggunakan Intel HD dengan dukungan untuk pemutaran video 1080p, ada juga SuperMulti DVD burner atau optional Blu-ray DVD Combo drive dan hard drive 160GB 2.5-inci. Harga PC mini LPC-670 dari Stealth ini dibandrol mulai dari $ 1650 atau 14 jutaan rupiah. 

Kenapa Sekolah Swasta di Indonesia Mahal?

      Kenapa sekolah swasta di Indonesia lebih mahal di banding sekolah negeri? mungkin karena sekolah swasta semua dana nya dari siswa bukan dari bantuan pemerintah. Lalu kenapa sekolah swasta bisa lebih bagus dari sekolah negeri? ataukah karena muridnya kurang pandai atau karena gurunya yang kurang berpengalaman dalam mengajar? atau karena guru yang mengajar di sekolah negeri sudah merasa pintar dan hanya mengajar dengan sesuka hati?.
      Kenapa pemerintah juga hanya memberikan bantuan dana APBN kepada yang sekolah nya negeri? bagaiman dengan siswa yang tidak mampu tapi tidak bisa masuk di sekolah negeri? apakah pemerintah juga memikirkan akan hal itu? apakah itu juga salah satu jawaban mengapa banyak anak yang tidak mampu tidak bisa sekolah karena mereka tidak bisa masuk ke sekolah negeri, tapi jika mereka mendaftar untuk sekolah di swasta mereka tidak mampu membayar. lalu apa tindakan pemerintah saat ini, tidak ada. Mengapa bangsa ini masih banya anak yang tidak bersekolah dan ada juga anak yang sudah lulus hingga sarjana tapi tidak bisa memperoleh pekerjaan yang sepantasnya?. Lalu bagaiman dengan negeri ini, anak adalah masa depan bangsa, jika pendidikan anak itu tidak maju maka bagaimana dengan negeri ini sendiri?

Jumat, 22 Februari 2013

Tuntutan Dunia Kerja Dengan Latar Pendidikan Tinggi

        Sekarang ini dunia makin maju juga makin modern, dengan perkembangan zaman yang semakin pesat ini masyarakat di tuntut dengan perkembangan teknologi yang semakin maju untuk terus mengembangkan bakatnya. Bahkan sekarang banyak kantor atau perusahaan yang setidaknya para karyawan harus bisa menggunakan komputer. Mengapa demikian? sedangkan pendidikan di Indonesia masih belum sempurna dan masih banyak anak-anak yang kurang mampu maupun yang berada di pedalaman yang tidak dapat mengenyam pendidikan. lalu bagaimana mengatasi kebutuhan dunia ini yang semakin modern.
        Harusnya pemerintah sudah bisa menyikapi dengan kebutuhan dunia yang makin modern ini. Pemerintah harusnya terus menggalangkan pendidikan wajib 9 tahun, setidaknya masyarakat Indonesia tidak buta huruf dan bisa berhitung. Bahkan sekarang banyak anak yang harusnya berada di sekolah yang kini malah mencari nafkah demi sesuap nasi. Mau di kemanakan masa depan bangsa ini jika para generasi muda saja seperti ini. Belum lagi yang tawuran antar pelajar yang semakin marak terjadi di Indonesia.
       Sekarang rata-rata para perusahaan memberikan keminimalan jika ingin bekerja di kantornya, yaitu minimal S1, itulah rata-rata kantor sekarang ini. Tapi bagaimana dengan nasib para sarjana yang bisa menganggur atau memiliki pekerjaan pun yang tidak sebanding dengan kerja kerasnya selama ia bersekolah di Universitas. Apakah ini salah Pemerintah yang tidak menyediakan lapangan pekerjaan atau kah salah para sarjana yang tidak memiliki keuletan yang di tuntut di pasar?.
       Harusnya sekarang di Universitas atau Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia di bekali dengan Enterpreneur atau kewirausahaan, dengan begitu setidaknya jika para sarjana tidak di terima bekerja di kantoran maka mereka dapat mendirikan usaha sendiri sesuai keinginan mereka. Dengan mendirikan usaha sendiri mereka juga dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi orang lain.
       Seperti halnya Perguruan Tinggi swasta yang ada di Yogyakarta STMIK AMIKOM YOGYAKARTA, para mahasiswanya tidak hanya di tuntut untuk pandai dengan IT tapi juga harus mahir dengan enterpreneur. jadi lulusan dari   STMIK AMIKOM YOGYAKARTA   ini bisa menjadi orang kantoran, pengawai negeri atau seorang wirausaha itulah yang diinginkan dari pendiri perguruan tinggi ini.

Ki hajar Dewantara dan Taman Siswa

        Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, lahir di Yogyakarta2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun.  Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang BelandaTanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.
           Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, SediotomoMidden JavaDe ExpresOetoesan HindiaKaoem MoedaTjahaja Timoer, danPoesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.
        Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.
Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker(DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.
        Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".
Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum ini. Kalaupun benar ia yang menulis, mereka menganggap DD berperan dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis dengan gaya demikian.
Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.
        Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia).
Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan IndiaSantiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
       Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.

Budi Utomo


            Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu ruang belajar STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo. Namun, para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa "kaum tua" yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.
Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priayi" atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, bekas Bupati Karanganyar (presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.
           Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai "tanah air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.
           Pada tanggal 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Kota Yogyakarta. Hingga diadakannya kongres yang pertama ini, BU telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota, yakni Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo. Pada kongres di Yogyakarta ini, diangkatlah Raden Adipati Tirtokoesoemo (mantan bupati Karanganyar) sebagai presiden Budi Utomo yang pertama. Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak anggota baru BU yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir. Pada masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman. Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
           Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker danTjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.
           Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Sulawesi maupun Maluku.
            Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota. Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.

Kriteria Guru yang Dilatih untuk Kurikulum Baru


Criteria guru

DEPOK, KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menetapkan para guru calon peserta pelatihan implementasi kurikulum 2013. Para guru tersebut disiapkan menjalani pelatihan agar siap menerapkan kurikulum 2013 sehingga tidak terjadi kebingungan saat mengajar.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan bahwa guru yang menjadi sasaran utama untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) adalah guru kelas 1, guru kelas 4 dan guru pendidikan jasmani yang sudah terpilih di masing-masing sekolah sesuai dengan pelaksanaan tahap pertama.

"Nanti akan dibuat satu rombongan belajar. Satu rombongan isinya lima orang guru termasuk kepala sekolah," kata Musliar saat Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan di Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, Depok, Selasa (12/2/2013).

Sementara untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang akan dilatih meliputi kepala sekolah, guru agama, guru pendidikan jasmani, guru seni budaya, guru IPA, guru IPS, guru bahasa Inggris, guru bahasa Indonesia, guru PPKn, guru matematika, dan guru prakarya .

"Mata pelajaran di SMP disederhanakan menjadi 10. Guru yang akan dilatih 11 orang guru untuk kelas VII," jelas Musliar.

Untuk mata pelajaran IPS, sekolah harus memilih salah satu guru yaitu guru sejarah, guru geografi, atau guru ekonomi. Demikian juga halnya untuk mata pelajaran IPA, guru yang dipilih guru biologi atau fisika. Selain guru, pengawas juga mendapat pelatihan untuk kurikulum 2013 ini.

Adapun untuk jenjang sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) jumlah guru yang dilatih minimal sebanyak lima orang termasuk kepala sekolah meliputi guru matematika, guru bahasa Indonesia, guru sejarah, dan guru bimbingan konseling (BK).
 
Sumber : Ditetapkan, Kriteria Guru yang Dilatih untuk Kurikulum Baru - KOMPAS.com1.htm

Robot Canggih Asimo Semakin Pintar



Sejak dimulai pada tahun 2000, Asimo sendiri telah melalui beberapa perbaikan yang berkaitan dengan keterampilan motorik, manuver, dan indra. Dari perspektif fisik, para ilmuwan telah mengembangkan suatu pola baru berjalan / berlari yang memungkinkan robot Asimo untuk bergerak jauh lebih cepat dari 6 km per jam (3,7 mph) hingga 9 kilometer per jam (5,6 mph).


Dalam hal ini, perbaikan tidak hanya terkait dengan kecepatan gerakan, tetapi juga dengan kelancaran gerakan yang melekat. Menurut desainer, Asimo memiliki 'derajat kebebasan' lebih dari 34 dalam tubuhnya, mulai dari kepala ke 'boot'. Fitur-fitur inovatif memungkinkan alat untuk memanjat tangga, berlari, melompat dan bahkan mengangkat satu kaki, sehingga memfasilitasi replikasi naturalistik menggerakkan perilaku manusia.

Berjabat Tangan Secara Otomatis

Di luar kegiatan menggerakkan bagian tubuh yang luar biasa, Asimo juga diberkahi dengan kemampuan penginderaan canggih. Para desainer telah mengembangkan sistem cerdas, yang memungkinkan robot untuk mengenali berbagai pola seperti benda acak, tekstur, warna, suara dan kondisi perilaku seperti gerak tubuh dan atribut wajah.

Semua informasi ini ditangkap oleh built-in sistem kamera ganda Asimo itu (dalam kepala). Robot menerima info ini visual, dan kemudian memproses data untuk tindakan responsif. Sebagai contoh, jika tangan diperpanjang menuju Asimo, robot akan mengakui itu sebagai undangan untuk jabat tangan, dan dengan demikian memperluas ekstremitas untuk menyelesaikan tindakan (tangan gemetar). Sebagai soal fakta, Asimo hampir mandiri cerdas memiliki kemampuan mengenali 10 wajah yang berbeda dan berinteraksi dengan mereka. Selain itu, juga dapat memahami pola-pola suara dan suara untuk memilih mitra yang diakui (manusia interaktif).

Mampu Selesaikan Tugas

Kita telah berbicara tentang karakteristik menggerakkan Asimo seperti berjalan, berlari dan melompat. Seiring dengan ini, robot ini juga diresapi dengan sejumlah atribut fisik, dibuat khusus untuk mencapai tugas-tugas tertentu. Hal ini dapat dilihat dalam pertimbangan struktur rumit yang dilakukan oleh para ilmuwan, terutama dalam multi-joint tangan, kaki dan jari-jari.

Menurut desainer, tungkai dan ekstensi mereka dilengkapi dengan teknologi kontrol orbit yang memungkinkan untuk mengontrol dari 57 motor tertanam dalam sendi. Hal ini pada gilirannya endows ASIMO dengan 'pintar' memiliki kemampuan seperti fungsi kontrol jari (membawa dan membuka kotak kecil), menghindari dan mendekati objek tertentu dalam medan kompak / keramaian.

ASIMO di CES 2007 Las VegasAsimo di CES 2007 Las Vegas

Asimo telah melakukan tur di seluruh dunia, menampilkan bakat yang unik, bakat dan kemampuan. Kadang-kadang disebut-sebut sebagai robot humanoid yang paling maju di dunia, konsepsi ini masih sedang dikembangkan untuk kemampuan yang mengagumkan selanjutnya.

Bersama ini, perkembangan fitur telah semakin canggih, seperti yang sekarang, sistem yang rumit telah mengalami beberapa perbaikan penting. Semua augmentations telah serius ditekankan secara keseluruhan tingkat otonomi 'cerdas' (yang tentunya menggantikan kendala kontrol manual).

Segudang atribut diinfus di ASIMO membuatnya nyaris menjadi sempurna, seperti melakukan pekerjaan fisik dengan teliti dan berat seperti membantu keluar orang-orang tua.

Selain itu, robot ini ditanami dengan teknologi adaptasi cerdas, yang memungkinkan untuk bergerak di lingkungan yang sama sekali tidak diketahui. Jadi, tentu kita bisa berharap untuk masa depan bahwa Asimo dapat digunakan untuk membantu manusia bahkan dalam kasus - kasus darurat seperti tanah longsor, tumpahan minyak dan gempa bumi.


Rabu, 20 Februari 2013

Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah


          Design awal pendidikan muhammadiyah berangkat dari motivasi teologis yang kuat, yaitu manusia akan mencapai derajat keimanan dan ketaqwaan yang sempurna jika memiliki kedalaman ilmu pengetahuan. Inilah kemudian yang menjadi garis pembeda antara output pendidikan muhammadiyah dengan output pendidikan konvensional barat dan pendidikan tradisional pribumi waktu itu.. Eksistensi pendidikan muhammadiyah saat itu memiliki nilai tawar tinggi karena mampu melahirkan generasi yang "lebih sempurna". hal ini berbeda dengan praktik penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah sekarang.
          Orientasi kedepan dalam penyelenggaraan pendidikan mempersiapkan lulusannya untuk memasuki Indonesia baru yang merdeka dengan segala modernitasnya. Perlu ditanyakan kembali hendak dikemanakan pendidikan Muhammadiyah sekarang?Tidak banyak pengelola pendidikan Muhammadiyah yang memahami bahwa mengelola pendidikan adalah menjual idea tau gagasan. Para pengelola tersebut sekarang harus berfikir untuk mempersiapkan peserta didiknya yang akan menjalani hidup beberapa tahun kedepan. Sesuai dengan watak tajdid(pembaharuan), pendidikan Muhammadiyah kini sangat membutuhkan kepemimpinan transformasi agar perubahan secara tersistem dapat berjalan.
               Tujuan pendidikan Muhammadiyah hasil konferensi pendidikan di Bandung yang kemudian disahkan oleh Sidang Tanwir di Pekajangan tahun 1955 adalah untuk membentuk manusia muslim, berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Terdapat system pendidikan yang berbeda antara yang ada di Pondok Muhammadiyah dan dipondokpendidikan islam Tradisional. Perbedaaan itu melliputi : 1. Cara belajar dan mengajar di pondok pesantren “tradisional” (minimal waktu itu) masih memakai cara belajar dengan system sorogan dan weton, tetapi di pondok Muhammadiyah digunakan system klasikal dengan memakai cara-cara terhitung modern, seperti yang dilakukan dalam pendidikan di barat. 2. Bahan pelajaran di pondok tradisional bahan pengajaran hanya agama, sedangkan di Muhammadiyah di ajarkan pengetahuan umum. Dan kitab –kitab yang diajarkan disamping terdapat karangan utama salaf juga terdapat karangan ulama khalaf. 3. Rencana pelajaran, di pesantren tradisional belum memiliki rencana pelajaran yang teratur dan integral sedang di pondok Muhammadiyah sebaliknya.4. Pengasuh dan guru, di pesantren tradisional para pengasuhnya hanya terdiri dari mereka yang berpengalaman agama saja, tetapi di pondok Muhammadiyah disamping ada guru-guru agama juga terdapat guru-guru ilmu pengetahuan. 5. Hubungan guru dan murid, dipondok pesantren tradisional hubungan guru dengan murid lebih bersifat otoriter (waktu itu), sedangkan di pondok Muhammadiyah diusahakan suasana yang lebih akrab antara guru dan para santri.

sumber : Pendidikan yang memerdekakan siswa

Selasa, 19 Februari 2013

Pendidikan, Kemerdekaan dan Kemiskinan

           Masalah pokok di negara berkembang seperti indonesia ialah kemiskinan. Peranan pendidikan di dalam penuntasan kemiskinan telah merupakan kajian dari para ahli ekonomi seperti Amartya Sen dan Jeffery Sachs. Kemiskinan bukan hanya dalam arti ekonomis, tetapi juga kemiskinan politis, kemiskinan pendidikan, dan kemiskinan kesehatan. Kedua, penuntasan kemiskinan bukan hanya dapat di vapai secara pengembangan suatu sektor, melainkan berbagai sektor penting yang berkenaan dengan kepentinganh rakyat banyak. Salah satu program penting adalah pendidikan serta pengembangan Ilmu Pengetahuan melalui pendidikan tersebut.
          masyarakat terus diresahkan oleh kebijakan pendidikan nasional tanpa arah yang jelas. Misal dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan dalam bentuk kajian negara. Kualitas pendidikan nasional terpuruk namun tiada usaha untuk mengatasinya didasarkan perencanaan yang matang.
         Menurut tilaar, biang keladai dan kekacauan perenvanaan pendidikan belum mempunyai visi pembangunan yang jelas. Kita lihat misalnya, RUU Rencana Pembangunan jangka Panjang nasional 2005-2025 yang disampaikan presiden ke DPR merumuskan sasaran pokok dalam 20tahun mendatang antara terwujudnya daya saing bangsa untuk mencapai masyarakat sejahtera. padahal niali - nilai pancasila didalam UUD 1945 bukan menekankan pada persaingan, tetapi kebersamaan. Di dalam kebersamaan itu kita dapat meningkatkan daya saing sebagai bangsa.
       Dalam UUD NRI tahun 1945 Pasal 28c ayat (1) ditetapkan "setiap  orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia". Hak warga atas pendidikan tersebut dipertegas kembali dalam pasal 31 ayat(1) yang menetapkan, "Setiap warga negara berhak pendidikan". Kewajiban negara ditetapkan dalam pasal 31 ayat(2) yang menetapkan, "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pererintah wajib membiayainya.


sumber : pendididan yang memerdekakan siswa

Senin, 18 Februari 2013

7 Penyebab Kualitas Pendidikan Indonesia Rendah

Berikut ini 7 alasan utama mengapa kualitas pendidikan Indonesia masih rendah, bahkan sangat rendah.

1. Pembelajaran yang terpaku pada buku paket (KURIKULUM BUKU PAKET)
Di indonesia telah berganti beberapa kurikulum. Hampir setiap menteri mengganti kurikulum lama dengan kurikulum yang baru. Namun adakah yang berbeda dari kondisi pembelajaran di sekolah-sekolah? TIDAK. Karena pembelajaran di sekolah sejak dulu masih memakai KURIKULUM BUKU PAKET. Sejak 60-70an Pembelajaran di kelas tidak jauh berbeda. Apapun kurikulumnya, guru hanya mengenal buku paket. Materi dalam buku paketlah yang menjadi “kitab suci” pengarajaran guru. Jika tidak percaya, cobalah tanya guru, apakah mereka bisa mengajar tanpa menggunakan buku paket sebagai buku pegangan?

2. Model pembelajaran Ceramah melulu
Metode pembelajaran yang menjadi favorit guru mungkin hanya satu, yaitu metode BERCERAMAH. Karena berceramaha itu mudah dan ringan, tanpa persiapan banyak, tanpa membutuhkan sarana yang banyak, tanpa persiapan yang rumit, pokoknya mudah banget. Metode ceramah menjadi metode terbanyak yang diapakai guru karena memang hanya itulah metode yang benar-benar dikuasai sebagain besar guru. Pernahkah guru mengajak anak berkeliling sekolahnya untuk belajar? Pernahkah guru membawa anak-anak melakukan percobaan di alam lingkungan sekitar? Atau pernahkah guru membawa seorang tentara langsung di kelas untuk menjelaskan profesi tentara?

3. Kurangnya daya dukung sarana prasarana dari regulator
Sebenarnya sih perhatian pemerintah itu sudah cukup, namun masih kurang banget. Pemerintah yang getol memberikan pelatihan pengajaran yang PAIKEM (dulunya PAKEM) tanpa memberikan pelatihan yang benar-benar memberi dampak dan pengaruh. Malah sebaliknya, pelatihan metode PAIKEM oleh pemerintah dilaksanakan dengan CERAMAH!
Selain itu lihatlah di sekolah-sekolah, adakah perpustakaan yang menjadi favorit siswa? Penulis pernah ke sebuah sekolah yang menjadi pilot project akselerasi, tapi perpustakaan menjadi tempat paling hening, tak ada siswanya. Mau membaca apa, jika di perpustakaan hanya berisi buku pelajaran melulu.
Atau lihatlah sarana-sarana pembelajaran, sudah lengkaplah sarana pembelajaran di sekolah-sekolah?

4. Peraturan yang membelenggu
Ini tentang KTSP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang seharusnya sekolah memiliki kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya. Namun apa yang terjadi? Karena tuntutan RPP, SILABUS yang “membelenggu” kreatifitas guru dan sekolah dalam mengembangkan kekuatannya. Yang terjadi RPP banyak yang jiplakan (bahkan ada lho RPP dijual bebas, siapapun boleh meniru). Padahal RPP seharusnya unik sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah. Administrasi-administrasi yang “membelenggu” guru, yang menjadikan guru lebih terfokus pada administrator, sehingga guru lupa fungsi utama lainnya sebagai mediator, motivator, akselerator, fasilitator, dan tor-tor lainnya.

5. Guru tidak mengajari keterampilan bertanya, murid tidak berani betanya (KOMPETENSI SETENGAH)
Lihatlah pembelajaran di ruang kelas. Sepertinya sudah diseragamkan. Anak duduk rapi, tangan dilipat di meja, mendengarkan guru menjelaskan. Anak “dipaksa” mendengar dan menerima inoformasi sejak pagi hingga siang. Anak diajarkan cara menyimak dan mendengarkan penjelasan guru, sementara kompetensi bertanya tak disentuh. Anak-anak dilatih sejak TK untuk diam saat guru menerangkan, untuk mendengarkan guru. Akibatnya anak tidak dilatih untuk bertanya. Anak tidak dibiasakan bertanya, anak tidak berani bertanya.
Selesai mengajar, guru meminta anak untuk bertanya. Heninglah suasana kelas. Yang bertanya biasanya anak-anak itu saja.

6. Guru tidak berani mengajukan pertanyaan terbuka (KURANG KREATIF)
Salah satu ciri negara FINLANDIA yang merupakan negara ranking pertama kualitas pendidikannya adalah dalam ujian guru memberkan soal terbuka, siwa boleh menjawab soal dengan membaca buku. Di Indoneisa? Wah tunggu dulu, nanti banyak yang nyontek dong, begitu kilah seorang guru. Guru Indonesia belum siap menerapkan ini karena masih kesulitan membuat soal terbuka. Soal terbuka seolah-olah beban berat. Mendingan soal tertutup atau soal pilihan ganda, menilainya mudah, begitu kira-kira kilah guru.
Mmebuat soal terbuka memang membutuhkan kreatifitas dan pemahaman, mungkin guru di Indoensia belum memiliki kedua kompetensi itu.

7. Siswa menyontek, guru pun juga (BUDAYA MENYONTEK)
Siswa menyontek itu biasa terjadi. Tapi guru menyontek? Ini lebih parah. Lihatlah tes-tes yang diikuti guru, menyontek telah merasuki sosok guru.
Seorang teman, saat menjadi pengawas UN menyita kertas-kertas kecil yang menjadi contekan anak-anak. DI sekolah lain, guru menyebarkan jawaban soal UN kepada siswa-siswanya.
Sepertinya menyontek telah mengakar jauh ke dalam sosok siswa bahkan guru. Seolah-olah tak ada yang menghargai hasil kerja sendiri, hasil pemikiran sendiri. Siswa dan guru terjebak kepada yang penting dapat nilai besar, yang penting lulus.

R.A Kartini & Pendidikan Bagi Perempuan

 R.A Kartini pada masa kanak-kanaknya sampai umur 12tahun hidupnya sempat mengenyam kebahagiaan karenamengenyam pendidikan sekolah negeri seperti halnya saudara laki-lakinya. hal ini bukan peristiwa biasa karena waktu itu sekolah bagi anak perempuan masih merupakan wilayah yang gelap, terbatas, bahkan terlarang. Ada pandangan saat itu(mungin juga sampai sekarang)bahwa anak perempuan tidak memerlukan kepaidaian terutama ilmu pengetahuan akademis papaun dalam hidupnya karena ia bukan pencari nafkah apabila setelah berkeluarga.
        Menurut Sulastin Sutrisno, bukan hanya buku-buku yang mnyebabkan kartini ingin melawan adat turun-temurun, melainkan juga keadaan dlm lingkungannya sendiri yang sejak kanak-kanak "secara langsung" atau tidak dilihatnya dan dialaminya sendiri. Dirumahnya ia selalu tunduk kepada kakak laki-lakinya, walaupun sebenarnya dia ada pada pihak yang benar. Rasa keadilannya berontak. kartini juga tidak menyukai poligami, karena tidak mengindahkan hak-hak dan perasaan perempuan sebagai patner dalam perkawinan.
        Dalam perawakan perempuan muda yang kevil dan seringkali sakit itu bersemayam jiwa luhur dan kuat yang mendorong pemiliknya bertempur dalam batinnya seolah-olah akan mati keesokan harinya. Dalam pertarungan dahsyat ini jasmaninya kalah. kartini meninggal sebagai ibu anak kandungnya sendiriyang abru berumur lima hari. Walaupun hanya sejenak, dia telah mengenyam kebahagiaan sebagai ibu sejati. Kartini tidak sempat melaksanakan ide-idenya dan tidak sempat menjadi saksi terwujudnya pikiran-pikirannya. tetapi surat-suratnya yang sampai kepada kita telah mewariskan kehidupan jiwa yang kaya raya, yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. kartini tidak menyesal tidak berumur panjang, karena ia telah memeras seluruh hidupnya untuk menyatakan semangat jamannya.