This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Pages

Jumat, 01 Maret 2013

Pendidikan Karakter


        Sekarang ini mulai digadang-gadangkan pendidikan karakter. Dulu juga sudah, tapi mungkin proses dan hasilnya kurang dari apa yang diharapkan, maka wacana akan pendidikan ini digeliatkan lagi. Mengapa pendidikan karakter, ada apa dengan karakter anak bangsa Indonesia?
Jika kita memperhatikan manusia Indonesia produk paruh kedua abad terakhir ini, cukup rasanya membuat perasaan kita miris. Fenomena anomali yang bersifat ironi dan paradoks menjadi tayangan yang dapat disaksikan dalam keseharian kita. Pendidik yang seharusnya mendidik malah harus dididik, penegak hukum yang semestinya menegakkan hukum ternyata harus dihukum, pejabat yang seyogianya melayani masyarakat, terbalik minta dilayani, dan orang-orang ternama yang hendaknya jadi panutan malah mempertontonkan laku jelek.
         Semua yang tersebut di atas bersumber dari karakter. Dalam bahasa agama, akhlak. Karena itu menjadi amat penting dan mendesak untuk dilembagakan suatu pola pendidikan yang menekankan kebaikan karakter. Orang lebih dapat eksis dengan karakter yang baik daripada dengan otak cerdas tapi perilaku tercela. Bahkan menurut penelitian Daniel Goleman, kecerdasan otak atau IQ hanya menyumbang 20 persen bagi kesuksesan hidup seseorang, sedang 80 persennya diisi oleh kekuatan-kekuatan lain.
           Dalam ungkapan Inggris, habit is second nature, kebiasaan adalah watak kedua. Artinya, karakter yang terlembaga pada diri seseorang itu tidak lain adalah tumpukan-tumpukan kebiasaan yang bermula dari sesuatu yang kecil saja. Sebagaimana tersebut dalam pepatah, “Sow a thought, reap an action; sow an action, reap a habit; sow a habit, reap a character; sow a character, reap a destiny.” Taburlah gagasan, tuailah perbuatan; taburlah perbuatan, tuailah kebiasaan; taburlah kebiasaan, tuailah karakter; dan taburlah karakter, maka tuailah takdir.
Mengutip apa yang dikatakan Aristotelis: “we are what we repeatedly to do.Excellence, then, is not an act, but a habit,” kita adalah apa yang kita lakukan secara berulang-ulang. Karena itu, keunggulan bukanlah suatu perbuatan, melainkan suatu kebiasaan. Maka sebenarnya yang dimaksudkan dalam pendidikan karakter adalah pendidikan habituatif, yaitu pendidikan untuk membiasakan nilai-nilai kebaikan di dalam kehidupan anak sejak dini.
Kembali meminjam bahasa agama, bahwa manusia itu pada hakikatnya adalah baik. fitrah manusia itu adalah hanif, lurus, tidak membangkang pada kebaikan yang sudah dipatenkan Tuhan. Hanya saja, dalam perjalanan, berbagai hal mempengaruhi hidupnya, sehingga menjadilah ia sebagai mana ia menjadi. Tetapi perlu diingat, bahwa karakter bukanlah sesuatu yang bersifat statik, permanen, ia tidak lain hanyalah jalinan yang tercipta dari suatu kebiasaan, sedang kebiasaan itu bisa diubah. Meski sulit, tapi tidak ada yang mustahil.
Bagaimana menerapkan pendidikan karakter di tengah kehidupan yang anomali dan paradoks ini? Tentu bukan sesuatu yang mudah, namun juga bukan suatu yang mustahil untuk dilakukan dan nihil dalam menghasilkan tujuan. Masih besar kemungkinan, dan masih panjang perjalanan untuk terus melakukan sesuatu yang berarti.
Pendidikan karakter masuk kelas, itu memang seharusnya. Lebih dari itu, ia juga harus ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan yang pelaksanaannya baik dilakukan secara spontan, terencana, maupun melalui keteladanan. Perlu diingat kembali pepatah tersebut di atas, bahwa sumber perilaku itu adalah pikiran. Dari mana pikiran itu tercipta, bisa melalui proses abstraksi dari apa yang dilihat, hubungan pergaulan yang dirasa, dan pengetahuan yang didengar dari guru-guru.
           Menarik untuk diketengahkan, dalam suatu pendidikan pesantren, pimpinan Pondok Modern Gontor Ponorogo selalu menekankan ucapan ini pada santri-santrinya, bahwa apa yang kamu lihat, kamu dengar, dan kamu rasakan di Pondok modern ini adalah pendidikan. Karena itu semua yang ada di Pondok harus terlibat dan berupaya menonjolkan sesuatu yang terbaik dari dirinya, agar semuanya mendapatkan pelajaran.
         Seorang pendidik yang baik setidaknya sadar, bahwa penglihatan, perasaan, dan pendengaran biasanya bersifat sequence atau berurutan. Seorang anak akan sulit menerima tuturan-tuturan bijak yang didengarnya dari sang guru kalau dia melihat tindakan dan merasakan hubungan yang tidak baik dari gurunya. Karena itu penting untuk meneladankan nilai-nilai kebaikan dalam perilaku sehari-hari agar para murid melihat; menciptakan hubungan yang baik agar mereka merasa; dan mengarahkan mereka pada suatu hal yang baik dan benar agar mereka mau mendengar dan melakukan.
              Apa yang dilihat anak memberi andil yang cukup besar dalam melahirkan pikiran untuk berperilaku. Karena itu dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, pendidikan karakter harus dimasukkan. Dalam kurikulum muatan lokal misalnya, seorang guru bisa saja mengajak anak-anak didik ke luar kelas untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mendidik dari lingkungan. Bukankah prinsip dari kurikulum ini adalah memperkenalkan pada anak wawasan budaya bangsa, lingkungan, dan keterampilan daerah.
            Namun sekolah hanyalah tangan kedua, pada dasarnya yang paling berpengaruh dalam membetuk karakter anak adalah keluarga. Masalahnya orang tua sekarang banyak yang tidak punya waktu untuk memberikan perhatian pada wilayah ini, bahkan untuk mau tahu saja sulit. Buktikan saja, berapa banyak orang tua yang meluangkan waktu untuk menambah pengetahuan dengan membaca buku-buku berkualitas dalam mendidik anak. Atau jangan-jangan tidak satu buku pun tentang itu yang mereka punya.FR

Minggu, 24 Februari 2013

Sejarah Pendidikan di Indonesia


Dalam masyarakat Indonesia sebelum masuk kebudayaan Hindu, pendidikan diberikan langsung oleh orang tua atau orang tua-orang tua dari masyarakat setempat mengenai kehidupan spiritual moralnya dan cara hidup untuk memenuhi perekonomian mereka. Masuknya dan meluasnya kebudayaan asing yang dibawa ke Indonesia telah diserap oleh Bangsa Indonesia melalui masyarakat pendidikannya. Lembaga Pendidikan itu telah menyampaikan kebudayaan tertulis dan banyak unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai pada zaman berkembangnya satu agama di Indonesia. Kerajaan-kerajaan  Hindu di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera yang mulai pada abad ke-4 sesudah masehi itulah tempat mula-mula ada pendidikan yang terdapat di daerah-daerah itu. Dapat dikatakan, bahwa lembaga-lembaga pendidikan dilahirkan oleh lembaga-lembaga agama dan  mata pelajaran yang tertua adalah pelajaran tentang agama. Tanda-tanda mengenai adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua ditemukan pada abad ke-5 di daerah Kutai (Kalimantan). Namun demikian gambaran tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan di Indonesia didapatkan dari sumber-sumber Cina kurang lebih satu abad kemudian.
Ada 2 macam sistem pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia :
Pendidikan di Langgar
Di setiap desa di Pulau Jawa terdapat tempat beribadah dimana umat Islam dapat melakukan ibadanya sesuai dengan perintah agamanya. Tempat tersebut dikelola oleh seorang petugas yang disebut amil, modin atau lebai (di Sumatera). Petugas tersebut berfungsi ganda, disamping memberikan do’a pada waktu ada upacara keluarga atau desa, dapat pula berfungsi sebagai guru agama.
Pendidikan di Pesantren
Dimana murid-muridnya yang belajar diasramakan yang dinamakan pondok-pondok tersebut dibiayai oleh guru yang bersangkutan ataupun atas biaya bersama dari masyarakat pemeluk agama Islam. Para santri belajar pada bilik-bilik terpisah tetapi sebagian besar waktunya digunakan untuk keluar ruangan baik untuk membersihkan ruangan maupun bercocok tanam.
Pendidikan Pada Abad Ke Dua Puluh Jaman Pemerintahan Hindia Belanda Dan Pendudukan
Di kalangan orang-orang Belanda timbul aliran-aliran untuk memberikan kepada pendudukan asli bagian dari keuntungan yang diperoleh orang Eropa (Belanda) selama mereka menguasai Indonesia. Aliran ini mempunyai pendapat bahwa kepada orang-orang Bumiputera harus diperkenalkan kebudayaan dan pengetahuan barat yang telah menjadikan Belanda bangsa yang besar. Aliran atau paham ini dikenal sebagai Politik Etis (Etische Politiek)
Gagasan tersebut dicetuskan semula olah Van Deventer pada tahun 1899 dengan mottonya “Hutang Kehormatan” (de Eereschuld). Politik etis ini diarahkan untuk kepentingan penduduk Bumiputera dengan cara memajukan penduduk asli secepat-cepatnya melalui pendidikan secara Barat.
Dalam dua dasawarsa semenjak tahun 1900 pemerintah Hindia Belanda banyak mendirikan sekolah-sekolah berorientasi Barat. Berbeda dengan Snouck Hurgronje yang mendukung pemberian pendidikan kepada golongan aristokrat Bumiputera, maka Van Deventer menganjurkan pemberian pendidikan Barat kepada orang-orang golongan bawah. Tokoh ini tidak secara tegas menyatakan bahwa orang dari golongan rakyat biasa yang harus didahulukan tetapi menganjurkan supaya rakyat biasa tidak terabaikan. Oleh karena itu banyak didirikan sekolah-sekolah desa yang berbahasa pengantar bahasa daerah, disamping sekolah-sekolah yang berorientasi dan berbahasa pengantar bahasa Belanda. Yang menjadi landasan dari langkah-langkah dalam pendidikan di Hindia Belanda, maka pemerintah mendasarkan kebijaksanaannya pada pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi golongan penduduk Bumiputera untuk itu bahasa Belanda diharapkan dapat menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah
Pemberian pendidikan rendah bagi golongan Bumiputera disesuaikan dengan kebutuhan mereka
Atas dasar itu maka corak dan sistem pendidikan dan persekolahan di Hindia Belanda pada abad ke-20 dapat ditempuh melalui 2 jalur tersebut. Di satu pihak melalui jalur pertama diharapkan dapat terpenuhi kebutuhan akan unsur-unsur dari lapisan atas serta tenaga didik bermutu tinggi bagi keperluan industri dan ekonomi dan di lain pihak terpenuhi kebutuhan tenaga menengah dan rendah yang berpendidikan.
Tujuan pendidikan selama periode kolonial tidak pernah dinyatakan secara tegas. Tujuan pendidikan antara lain adalah untuk memenuhi keperluan tenaga buruh untuk kepentingan kaum modal Belanda. Dengan demikian penduduk setempat dididik untuk menjadi buruh-buruh tingkat rendahan (buruh kasar). Ada juga sebagian yang dilatih dan dididik untuk menjadi tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian dan lain-lainnya yang diangkat sebagai pekerja-pekerja kelas dua atau tiga. Secara singkat tujuan pendidikan ialah untuk memperoleh tenaga-tenaga kerja yang murah. Suatu fakta menurut hasil Komisi Pendidikan Indonesia Belanda yang dibentuk pada tahun 1928 – 1929 menunjukkan bahwa 2 % dari orang-orang Indonesia yang mendapat pendidikan barat berdiri sendiri dan lebih dari  83% menjadi pekerja bayaran serta selebihnya menganggur. Diantara yang 83% itu 45% bekerja sebagai pegawai negeri. Pada umumnya gaji pegawai negeri dan pekerja adalah jauh lebih rendah dibandingkan dengan gaji-gaji Barat mengenai pekerjaan yang sama.



sumber : http://nesaci.com/sejarah-pendidikan-di-indonesia/

Sekolah Global di Desa Kecil

FINA Af'idatussofa (14) bukan siswa sekolah internasional dan bukan anak orang berada. Ia lahir sebagai anak petani di Desa Kalibening, tiga kilometer perjalanan arah selatan dari kota Salatiga menuju Kedungombo, Jawa Tengah. Karena orangtuanya tidak mampu, ia terpaksa melanjutkan sekolah di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah di desanya. Namun, dalam soal kemampuan Fina boleh dipertandingkan dengan siswa sekolah-sekolah mahal yang kini menjamur di Jakarta.

MESKI bersekolah di desa dan menumpang di rumah kepala sekolahnya, bagi Fina internet bukan hal yang asing. Ia bisa mengakses internet kapan saja. Setiap pagi berlatih bahasa Inggris dalam English Morning. Ia pernah menjuarai penulisan artikel on line di kotanya. Ia juga berbakat dalam olah vokal meski ia mengatakan tidak ingin menjadi seorang penyanyi.

"Kalau menjadi penyanyi, pekerjaanku hanya menyanyi. Padahal, cita-citaku banyak. Aku ingin jadi presenter, aku ingin jadi penulis, pengarang lagu, ilmuwan, dan banyak lagi? Aku juga ingin berkeliling dunia," kata Fina.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah resmi terdaftar sebagai SMP Terbuka, sekolah yang sering diasosiasikan sebagai sekolah untuk menampung orang-orang miskin agar bisa mengikuti program wajib belajar sembilan tahun. Namun, siswa SMP Alternatif Qaryah Thayyibah sangat mencintai dan bangga dengan sekolahnya.

Pukul 06.00 sekolah sudah mulai dan baru berakhir pada pukul 13.30. Akan tetapi, jam sekolah itu terasa sangat pendek bagi murid-murid sekolah tersebut sehingga setelah makan siang mereka biasanya kembali lagi ke sekolah. Mereka belajar sambil bermain di sekolahnya sampai malam, bahkan tak jarang mereka menginap di sekolah.

Murid-murid SMP Qaryah Thayyibah memang sangat menikmati sekolahnya. Bersekolah merupakan sesuatu yang menyenangkan. Guru bukanlah penguasa otoriter di kelas, tetapi teman belajar. Mereka bebas berbicara dengan gurunya dalam bahasa Jawa ngoko, strata bahasa yang hanya pantas untuk berbicara informal dengan kawan akrab.

Di kelas mereka juga sangat bebas. Mereka bisa asyik mengerjakan soal-soal matematika dengan bersenda gurau, ada yang mengerjakan soal sambil bersenandung, yang lain bermain monopoli. Suasana bermain itu bahkan di taman kanak-kanak pun kini makin langka karena mereka dipaksa oleh gurunya untuk membaca dan menulis.

SMP Qaryah Thayyibah lahir dari keprihatinan Bahruddin melihat pendidikan di Tanah Air yang makin bobrok dan semakin mahal. Pada pertengahan tahun 2003 anak pertamanya, Hilmy, akan masuk SMP. Hilmy telah mendapatkan tempat di salah satu SMP favorit di Salatiga. Namun, Bahruddin terusik dengan anak-anak petani lainnya yang tidak mampu membayar uang masuk SMP negeri yang saat itu telah mencapai Rp 750.000, uang sekolah rata-rata Rp 35.000 per bulan, belum lagi uang seragam dan uang buku yang jumlahnya mencapai ratusan ribu rupiah.

"Saya mungkin mampu, tetapi bagaimana dengan orang-orang lain?" tuturnya. Bahruddin yang menjadi ketua rukun wilayah di kampungnya kemudian berinisiatif mengumpulkan warganya menawarkan gagasan, bagaimana jika mereka membuat sekolah sendiri dengan mendirikan SMP alternatif. Dari 30 tetangga yang dikumpulkan, 12 orang berani memasukkan anaknya ke sekolah coba-coba itu. Untuk menunjukkan keseriusannya, Bahruddin juga memasukkan Hilmy ke sekolah yang diangan-angankannya.

"Saya ingin membuat sekolah yang murah, tetapi berkualitas. Saya tidak berpikir saya akan bisa melahirkan anak yang hebat-hebat. Yang penting mereka bisa bersekolah," kata Bahruddin.

Bahruddin mengadopsi kurikulum SMP reguler di sekolahnya. Ia menyatakan tidak sanggup menyusun kurikulum sendiri. Lagi pula sekolah akan diakui sebagai sekolah berkualitas jika bisa memperoleh nilai yang baik dan mendapatkan ijazah yang diakui pemerintah. Karena itulah ia memilih format SMP Terbuka. Akan tetapi, ia mengubah kecenderungan SMP Terbuka sekadar sebagai lembaga untuk membagi-bagi ijazah dengan mengelola pendidikannya secara serius.

Sekolah itu menempati dua ruangan di rumah Bahruddin, yang sebelumnya digunakan untuk Sekretariat Organisasi Tani Qaryah Thayyibah. Jumlah guru yang mengajar sembilan orang, semuanya lulusan institut agama Islam negeri dan sebagian besar di antaranya para aktivis petani.

Guru pelajaran Matematika-nya seorang lulusan SMA yang kini mondok di pesantren. Akses internet gratis 24 jam diperoleh dari seorang pengusaha internet di Salatiga yang tertarik dengan gagasan Bahruddin. Dengan modal seadanya sekolah itu berjalan.

Ternyata pengakuan terhadap keberadaan SMP Alternatif Qaryah Thayyibah tidak perlu waktu lama. Nilai rata- rata ulangan murid SMP Qaryah Thayyibah jauh lebih baik daripada nilai rata-rata sekolah induknya, terutama untuk mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.

Sekolah itu juga tampil meyakinkan, mengimbangi sekolah-sekolah negeri dalam lomba cerdas cermat penguasaan materi pelajaran di Salatiga. Sekolah itu juga mewakili Salatiga dalam lomba motivasi belajar mandiri di tingkat provinsi, dikirim mewakili Salatiga untuk hadir dalam Konvensi Lingkungan Hidup Pemuda Asia Pasifik di Surabaya. Pada tes kenaikan kelas satu, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris siswa Qaryah Thayyibah mencapai 8,86.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah juga maju dalam berkesenian. Di bawah bimbingan guru musik, Soedjono, anak-anak sekolah bergabung dalam grup musik Suara Lintang. Kebolehan anak-anak itu dalam menyanyikan lagu mars dan himne sekolah dalam versi bahasa Inggris dan Indonesia bisa didengarkan ketika membuka alamat situs sekolah www.pendidikansalatiga.net/qaryah. Grup musik anak-anak desa kecil itu telah mendokumentasikan lagu tradisional anak dalam kaset, MP3, maupun video CD album Tembang Dolanan Tempo Doeloe yang diproduksi sekaligus untuk pencarian dana. Seluruh siswa bisa bermain gitar, yang menjadi keterampilan wajib di sekolah itu.

Sulit dibayangkan anak- anak petani sederhana itu masing-masing memiliki sebuah komputer, gitar, sepasang kamus bahasa Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris, satu paket pelajaran Bahasa Inggris BBC di rumahnya. Semua itu tidak digratiskan. Anak-anak memiliki semua itu dengan mengelola uang saku bersama-sama sebesar Rp 3.000 yang diterima anak dari orangtuanya setiap hari. Uang sebesar Rp 1.000 dipergunakan untuk mengangsur pembelian komputer. Untuk sarapan pagi, minum susu, madu, dan makanan kecil tiap hari Rp 1.000, sedangkan Rp 1.000 lainnya untuk ditabung di sekolah. Tabungan sekolah itu dikembalikan untuk keperluan murid dalam bentuk gitar, kamus, dan lain-lainnya.

Tidak mengherankan jika anak-anak dan orangtua mereka bangga dengan sekolah itu. Betapa tidak, di sekolah yang berdekatan dengan rumah di sebuah desa kecil mereka mendapatkan banyak hal yang tidak diperoleh di sekolah-sekolah yang dikelola dengan logika dagang.

Ismanto (43) menceritakan, anaknya sempat down saat mendaftar SLTP di Salatiga dua tahun lalu. Uang masuknya Rp 200.000, belum termasuk buku dan seragam. Tidak ada seorang murid pun ke sekolah dengan berjalan kaki selain anaknya, Emi Zubaiti (13). Kini Emi menjadi seorang anak yang pandai dalam berbagai mata pelajaran, pintar bernyanyi, dan percaya diri. Ia tidak pernah membayangkan bisa menyekolahkan Emi, anak pasangan tukang reparasi sofa dan bakul jamu gendong, mendapat sekolah yang baik.

Bahkan Ismanto ikut menikmati komputer yang dikredit dari uang saku anaknya. Dibimbing anaknya, sekarang Ismanto mulai belajar komputer. "Tidak pernah terpikir, saya bisa membelikan komputer. Kini saya malah bisa ikut menikmati," kata Ismanto.

sumber : http://pendidikanindonesia.blogspot.com/2005/04/sekolah-global-di-desa-kecil.html

Kurikulum 2013



           
              Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum --termasuk pembelajaran-- dan penilaian pembelajaran dan kurikulum.
Struktur kurikulum dalam hal perumusan desain kurikulum, menjadi amat penting. Karena begitu struktur yang disiapkan tidak mengarah sekaligus menopang pada apa yang ingin dicapai dalam kurikulum, maka bisa dipastikan implementasinya pun akan kedodoran.


Sabtu, 23 Februari 2013

PC mini dari Stealh terbaru LittlePC PC LPC-670

Stealth mencoba memperluas jajaran produk LittlePC nya dengan meluncurkan model PC Mini baru bernama PC LPC-670. PC Mini ini didukung oleh teknologi prosesor mobile Intel Core. Spesifikasi ukurannya 6,5 “x 6″, sedangkan casingnya dari bahan alumunium jenis rudge dan untuk prosesor menggunakan Intel  Core i5 520M 2.4Ghz namun ada pilihan upgrade ke Core i5-580 2.67GHz atau Core i7-620M 2.67GHz 

PC mini ini juga dilengkapi RAM yang bisa diupgrade sampai 8 GB, untuk grafis menggunakan Intel HD dengan dukungan untuk pemutaran video 1080p, ada juga SuperMulti DVD burner atau optional Blu-ray DVD Combo drive dan hard drive 160GB 2.5-inci. Harga PC mini LPC-670 dari Stealth ini dibandrol mulai dari $ 1650 atau 14 jutaan rupiah. 

Kenapa Sekolah Swasta di Indonesia Mahal?

      Kenapa sekolah swasta di Indonesia lebih mahal di banding sekolah negeri? mungkin karena sekolah swasta semua dana nya dari siswa bukan dari bantuan pemerintah. Lalu kenapa sekolah swasta bisa lebih bagus dari sekolah negeri? ataukah karena muridnya kurang pandai atau karena gurunya yang kurang berpengalaman dalam mengajar? atau karena guru yang mengajar di sekolah negeri sudah merasa pintar dan hanya mengajar dengan sesuka hati?.
      Kenapa pemerintah juga hanya memberikan bantuan dana APBN kepada yang sekolah nya negeri? bagaiman dengan siswa yang tidak mampu tapi tidak bisa masuk di sekolah negeri? apakah pemerintah juga memikirkan akan hal itu? apakah itu juga salah satu jawaban mengapa banyak anak yang tidak mampu tidak bisa sekolah karena mereka tidak bisa masuk ke sekolah negeri, tapi jika mereka mendaftar untuk sekolah di swasta mereka tidak mampu membayar. lalu apa tindakan pemerintah saat ini, tidak ada. Mengapa bangsa ini masih banya anak yang tidak bersekolah dan ada juga anak yang sudah lulus hingga sarjana tapi tidak bisa memperoleh pekerjaan yang sepantasnya?. Lalu bagaiman dengan negeri ini, anak adalah masa depan bangsa, jika pendidikan anak itu tidak maju maka bagaimana dengan negeri ini sendiri?

Jumat, 22 Februari 2013

Tuntutan Dunia Kerja Dengan Latar Pendidikan Tinggi

        Sekarang ini dunia makin maju juga makin modern, dengan perkembangan zaman yang semakin pesat ini masyarakat di tuntut dengan perkembangan teknologi yang semakin maju untuk terus mengembangkan bakatnya. Bahkan sekarang banyak kantor atau perusahaan yang setidaknya para karyawan harus bisa menggunakan komputer. Mengapa demikian? sedangkan pendidikan di Indonesia masih belum sempurna dan masih banyak anak-anak yang kurang mampu maupun yang berada di pedalaman yang tidak dapat mengenyam pendidikan. lalu bagaimana mengatasi kebutuhan dunia ini yang semakin modern.
        Harusnya pemerintah sudah bisa menyikapi dengan kebutuhan dunia yang makin modern ini. Pemerintah harusnya terus menggalangkan pendidikan wajib 9 tahun, setidaknya masyarakat Indonesia tidak buta huruf dan bisa berhitung. Bahkan sekarang banyak anak yang harusnya berada di sekolah yang kini malah mencari nafkah demi sesuap nasi. Mau di kemanakan masa depan bangsa ini jika para generasi muda saja seperti ini. Belum lagi yang tawuran antar pelajar yang semakin marak terjadi di Indonesia.
       Sekarang rata-rata para perusahaan memberikan keminimalan jika ingin bekerja di kantornya, yaitu minimal S1, itulah rata-rata kantor sekarang ini. Tapi bagaimana dengan nasib para sarjana yang bisa menganggur atau memiliki pekerjaan pun yang tidak sebanding dengan kerja kerasnya selama ia bersekolah di Universitas. Apakah ini salah Pemerintah yang tidak menyediakan lapangan pekerjaan atau kah salah para sarjana yang tidak memiliki keuletan yang di tuntut di pasar?.
       Harusnya sekarang di Universitas atau Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia di bekali dengan Enterpreneur atau kewirausahaan, dengan begitu setidaknya jika para sarjana tidak di terima bekerja di kantoran maka mereka dapat mendirikan usaha sendiri sesuai keinginan mereka. Dengan mendirikan usaha sendiri mereka juga dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi orang lain.
       Seperti halnya Perguruan Tinggi swasta yang ada di Yogyakarta STMIK AMIKOM YOGYAKARTA, para mahasiswanya tidak hanya di tuntut untuk pandai dengan IT tapi juga harus mahir dengan enterpreneur. jadi lulusan dari   STMIK AMIKOM YOGYAKARTA   ini bisa menjadi orang kantoran, pengawai negeri atau seorang wirausaha itulah yang diinginkan dari pendiri perguruan tinggi ini.